RedaksiBali.com – Istri mantan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL), Ayun Sri Harahap, mengungkapkan bahwa keluarga mereka belum membayar biaya umrah karena belum menerima tagihan. Pernyataan ini disampaikan Ayun saat menjadi saksi dalam sidang kasus dugaan pemerasan dan gratifikasi di lingkungan Kementerian Pertanian (Kementan) yang melibatkan suaminya, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu (29/5/2024).
Pembayaran Biaya Umrah yang Belum Diterima
Ayun Sri Harahap menjelaskan bahwa mereka telah menunggu tagihan biaya umrah hingga sebelum penahanan SYL. “Khusus untuk umrah, kami sudah menunggu sampai sebelum bapak (SYL) diambil (ditahan). Menunggu tagihan Yang Mulia,” kata Ayun dalam sidang tersebut. Karena belum menerima tagihan, Ayun menyatakan bahwa biaya umrah belum dibayar. “Tagihannya belum datang jadi kami enggak bayar,” tambahnya.
Penggunaan Dana dari Kementerian Pertanian
Dalam sidang sebelumnya, Direktur Jenderal Perkebunan, Andi Nur Alam Syah, mengungkapkan bahwa Direktorat Jenderal Perkebunan mengeluarkan uang sebesar Rp 317 juta untuk keperluan pribadi SYL. Dana tersebut digunakan untuk beberapa kebutuhan, antara lain:
- Rp 36 juta untuk tiket perjalanan keluarga SYL dari Makassar pada Desember 2022.
- Rp 159 juta untuk kekurangan biaya umrah pada Januari 2023.
- Rp 102 juta untuk permintaan SYL yang diberikan kepada seorang Kiai di Karawang.
- Rp 19 juta untuk biaya servis mobil pribadi SYL, Mercedes-Benz.
Andi menyatakan, “Kami ikut sharing terkait dengan kekurangan perjalanan dinas luar negeri yang terkait dengan umrah itu sebesar Rp 159 juta.”
Dugaan Pemerasan dan Gratifikasi
Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menduga bahwa Syahrul Yasin Limpo menerima uang sebesar Rp 44,5 miliar hasil dari pemerasan anak buah dan direktorat di Kementerian Pertanian untuk kepentingan pribadi dan keluarganya. Pemerasan ini diduga dilakukan SYL dengan bantuan beberapa orang, termasuk eks Direktur Alat dan Mesin Pertanian Kementan, Muhammad Hatta; eks Sekjen Kementan, Kasdi Subagyono; Staf Khusus Bidang Kebijakan, Imam Mujahidin Fahmid; dan ajudannya, Panji Harjanto.
Tuntutan Hukum untuk SYL
Atas perbuatannya, SYL didakwa melanggar Pasal 12 huruf e dan Pasal 12 huruf B jo Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Kasus dugaan pemerasan dan gratifikasi ini menarik perhatian publik, mengingat besarnya jumlah uang yang terlibat dan posisi SYL sebagai mantan Menteri Pertanian. Penanganan kasus ini diharapkan bisa berlangsung transparan dan adil, guna memastikan keadilan ditegakkan.