RedaksiBali.com – Pemerintah Israel dilaporkan telah membatalkan rencana serangan darat besar-besaran di Rafah, Gaza. Keputusan ini diambil setelah mempertimbangkan tekanan dari pemerintahan Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden, yang khawatir akan meningkatnya krisis kemanusiaan di wilayah tersebut. Langkah ini menunjukkan adanya upaya Israel untuk meredakan ketegangan dan menanggapi kekhawatiran internasional terkait dampak kemanusiaan dari operasi militernya di Gaza.
Penyesuaian Rencana Militer
Seorang pejabat senior AS mengungkapkan bahwa Israel telah memperbarui rencana mereka, memasukkan banyak kekhawatiran yang disampaikan oleh pemerintahan AS. Hal ini terjadi setelah kunjungan Penasihat Keamanan Nasional Gedung Putih, Jake Sullivan, ke Israel. Dalam kunjungan tersebut, Sullivan berdiskusi dengan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengenai strategi militer Israel di Gaza.
Presiden Biden telah berulang kali memperingatkan terhadap serangan besar-besaran di Rafah, tempat lebih dari 1 juta warga Gaza mengungsi akibat pemboman Israel. Ancaman untuk menghentikan pengiriman senjata Amerika ke Israel jika invasi Rafah terus berjalan sesuai rencana menjadi salah satu tekanan yang mendorong Israel untuk menyesuaikan rencananya.
Dampak dan Respons Internasional
Meski Netanyahu berkomitmen untuk menghancurkan Hamas, tekanan internasional dan protes terhadap jatuhnya korban sipil di Gaza memaksa Israel untuk mempertimbangkan ulang rencana militernya. Netanyahu mengklaim bahwa Israel telah memusnahkan 19 dari 24 batalyon Hamas di Gaza, namun pejabat AS menyatakan hanya sekitar sepertiga pejuang Hamas yang terbunuh sejak perang dimulai pada Oktober, dengan sekitar 65% terowongan Hamas masih utuh.
Lebih dari 800.000 pengungsi Palestina telah meninggalkan Rafah sejak awal serangan Israel, menurut perkiraan PBB. Pasukan Israel juga mengeluarkan perintah evakuasi di sebagian Rafah, memaksa warga sipil untuk mengungsi ke daerah yang sebelumnya dibom.
Reaksi dan Tindakan Selanjutnya
Pejabat AS menyatakan bahwa Israel menanggapi kekhawatiran internasional dengan serius. Revisi rencana Israel diharapkan dapat meredakan beberapa masalah yang diangkat oleh Presiden Biden dan pihak internasional lainnya.
Sementara itu, lebih dari 35.000 orang dilaporkan telah tewas di Gaza sejak konflik dimulai, menurut otoritas kesehatan setempat. Jaksa Pengadilan Kriminal Internasional pekan ini menyerukan penangkapan Netanyahu dan Menteri Pertahanan Israel Yoav Gallant atas tuduhan kejahatan perang.
Penarikan rencana serangan besar-besaran di Rafah oleh Israel menunjukkan adanya upaya untuk menyesuaikan strategi militer dengan mempertimbangkan dampak kemanusiaan dan tekanan internasional. Keputusan ini diharapkan dapat meredakan ketegangan di Gaza dan membuka jalan untuk solusi yang lebih damai dan manusiawi.