RedaksiBali.com – Belakangan ini, muncul kabar bahwa wilayah Rafah di Palestina akan diserang oleh pasukan Israel dan meminta Evakuasi Warga Palestina di Rafah. Dalam menghadapi ancaman ini, warga Palestina di selatan Gaza diminta untuk pergi meninggalkan wilayah tersebut. Namun, para pakar telah memperingatkan bahwa evakuasi ini merupakan tugas yang sangat sulit dilakukan.
Wilayah selatan Gaza yang dihuni oleh sekitar 1,5 juta warga Palestina terletak di ujung wilayah tersebut. Di sebelah barat terdapat Laut Mediterania, sementara perbatasan di selatan dan timur ditutup oleh pasukan Israel yang siap menyerang dari utara. Warga Palestina yang sudah mengungsi di Gaza akibat serangan militer Israel merasa khawatir dengan situasi ini. Mereka bertanya-tanya ke mana mereka harus pergi jika serangan terjadi, dan bagaimana mereka bisa mendapatkan tempat tinggal sementara seperti tenda, kasur, dan selimut.
Rencana Israel dan Penolakan Evakuasi
Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, bersikeras untuk mengirim pasukan ke Rafah dengan tujuan untuk membasmi kelompok Hamas yang berada di wilayah perbatasan dengan Mesir dan Israel. Namun, Netanyahu juga mengatakan bahwa pihaknya akan mengizinkan Evakuasi Warga Palestina di Rafah, dengan tetap menjaga agar mereka tetap di tempat mereka saat pasukan Israel masuk.
Meskipun demikian, Israel masih belum memberikan kejelasan mengenai bagaimana dan kapan evakuasi besar-besaran ini akan dilakukan. Para ahli bantuan di wilayah Gaza yang hancur akibat serangan Israel menganggap evakuasi ini sebagai tantangan yang mustahil dilakukan. Mereka mengatakan bahwa warga Palestina tidak tahu ke mana harus pergi dan tidak ada tempat yang aman di Gaza.
Israel telah melakukan kampanye pengeboman dan serangan darat tanpa henti sejak 7 Oktober, yang telah menewaskan ribuan orang, termasuk banyak wanita dan anak-anak. Menteri Luar Negeri Israel, Katz, mengatakan bahwa evakuasi akan dilakukan sebelum operasi besar-besaran dimulai. Namun, dia tidak memberikan rincian mengenai tempat evakuasi dan hanya menyebut bahwa negara-negara Arab dapat membantu dengan mendirikan tenda atau memberikan bantuan lainnya.
Tantangan Evakuasi dan Respons Internasional
Israel berencana untuk membentuk “pulau kemanusiaan” di wilayah Gaza yang akan terhindar dari serangan mereka. Namun, Koordinator Kemanusiaan PBB untuk Wilayah Palestina, Jamie McGoldrick, menyatakan bahwa dia tidak tahu di mana tempat tersebut seharusnya didirikan. Dia juga mempertanyakan bagaimana orang-orang akan dipindahkan dari tempat mereka saat ini. Dia menegaskan bahwa PBB tidak akan ikut serta dalam pengungsian paksa.
Ketika Kanselir Jerman, Olaf Scholz, mengunjungi Israel, dia menyuarakan keprihatinannya atas rencana serangan Israel. Dia mengatakan bahwa selain pertimbangan logika militer, ada juga pertimbangan logika kemanusiaan yang harus dipertimbangkan. Dia mempertanyakan bagaimana lebih dari 1,5 juta orang dapat dilindungi dan ke mana mereka harus pergi.
Presiden AS, Joe Biden, telah meminta Israel untuk mempertimbangkan pendekatan alternatif dalam menghadapi situasi di Rafah. Netanyahu telah menyetujui permintaan ini dan mengirim delegasi pejabat senior Israel ke Washington untuk membahas rencana tersebut.
Namun, Nadia Hardman dari Human Rights Watch (HRW) dengan tegas menyatakan bahwa memindahkan 1,5 juta orang di daerah yang sudah hancur adalah hal yang tidak mungkin dilakukan. Israel telah mendeklarasikan wilayah-wilayah tertentu sebagai ruang kemanusiaan, tetapi daerah tersebut sudah penuh dengan warga yang telah mengungsi ke sana. Israel juga telah menggandakan rencana serangan di Rafah, meskipun mendapat tekanan internasional yang meningkat.
Menurut David Khalfa, seorang spesialis Timur Tengah di Jean-Jaures Foundation, ancaman serangan ini juga melibatkan perang psikologis. Israel sengaja mempertahankan ketidakjelasan mengenai rencana mereka agar membuat Hamas berada dalam ketidakpastian.