RedaksiBali.com – Pada Sabtu (2/12/2023), lebih dari 100 pengungsi Rohingya terdampar di pantai Gampong Ie Meulee, Kota Sabang. Rinciannya adalah 36 pria dewasa, 45 wanita dewasa, dan 58 anak-anak. Mereka tiba sekitar pukul 2.00 WIB, tetapi informasi baru tersebar sekitar pukul 2.30 WIB.
Muhammad Idris, salah satu pengungsi asal Bangladesh, menceritakan bahwa mereka melarikan diri dari Bangladesh karena ketidaknyamanan di negara tersebut. Setelah berlayar selama 27 hari, mereka tiba di Aceh. Mereka membayar sekitar Rp 2.799.630 untuk berlayar bersama kapal tersebut. Namun ia mengaku masih ada 6 rombongan kapal lagi di lautan yang menuju ke Indonesia.
Pada umumnya masyarakat setempat menolak kehadiran orang Rohingya yang sudah dua kali mendarat di Sabang dalam dua bulan ini. Meskipun masyarakat setempat menunjukkan kepedulian dengan memberikan bantuan makanan dan pakaian, ada kekhawatiran dan penolakan terhadap keberadaan pengungsi Rohingya di Aceh. Beberapa mengancam akan memaksa mereka kembali ke kapal jika tidak segera ditangani oleh pihak berwenang.
baca juga :
Keuchik Gampong Ie Meulee, Dofa Fadhil, menegaskan bahwa pihak berwenang harus segera menangani situasi ini tanpa menambah beban ekonomi masyarakat setempat yang sedang mengalami tekanan ekonomi akibat inflasi. Ia menyampaikan bahwa sebagai manusia, mereka merasa kasihan, tetapi masalah ini tidak boleh dibiarkan begitu saja.
Saat ini, belum ada keputusan dari pihak berwenang terkait apakah pengungsi akan tetap di Sabang atau dikirim keluar Sabang.
Tantangan Pengungsi Rohingya di Aceh
Kedatangan pengungsi Rohingya terdampar di Aceh menimbulkan berbagai tantangan yang perlu segera diatasi. Salah satu tantangan utama adalah keterbatasan sumber daya dan fasilitas yang ada. Aceh sendiri masih dalam proses pemulihan pasca-bencana dan memiliki keterbatasan dalam menyediakan tempat penampungan yang layak bagi pengungsi.
Selain itu, ada juga tantangan dalam hal integrasi sosial dan ekonomi pengungsi dengan masyarakat setempat. Masyarakat Aceh memiliki budaya, bahasa, dan kebiasaan yang berbeda dengan pengungsi Rohingya. Dibutuhkan upaya yang lebih untuk memastikan bahwa pengungsi dapat diterima dan diintegrasikan dengan baik dalam masyarakat Aceh.
Tantangan lainnya adalah akses terhadap pendidikan dan layanan kesehatan. Anak-anak pengungsi Rohingya membutuhkan akses pendidikan yang layak untuk masa depan mereka. Begitu pula dengan layanan kesehatan yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan kesehatan mereka.
Panggilan Kemanusiaan
Situasi pengungsi Rohingya di Aceh adalah panggilan kemanusiaan bagi kita semua. Sebagai manusia, kita memiliki kewajiban moral untuk membantu mereka yang sedang dalam kesulitan.
Salah satu cara untuk membantu adalah dengan menyumbangkan dana atau barang kebutuhan kepada pengungsi Rohingya. Bantuan makanan, pakaian, dan perlengkapan lainnya sangat dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka.