RedaksiBali.com – Kondisi Mengerikan di Cox’S Bazar Bangladesh yang bikin Pengungsi Rohingya banyak yang Kabur. Pada akhir tahun 2023, gelombang kedatangan pengungsi Rohingya mencapai titik puncak sepanjang sejarah, dengan kurang dari sebulan sejak pertengahan November 2023, hampir 2000 pengungsi Rohingya mendarat di Aceh, Indonesia. Mereka tiba dengan tujuan mencari kehidupan damai dan layak, melarikan diri dari kondisi krisis di Cox’s Bazar, tempat berteduhnya sekitar 1 juta pengungsi Rohingya di Bangladesh.
Kondisi di Cox’s Bazar telah memburuk sejak tahun 2022, dengan meningkatnya kekerasan dari geng-geng dan berkurangnya bantuan makanan dari donatur internasional. Pada Maret 2023, The Washington Post melaporkan kondisi mengerikan di kamp-kamp tersebut, di mana kebrutalan meningkat setelah genosida terhadap minoritas Muslim Rohingya oleh Junta militer Myanmar enam tahun sebelumnya.
Pada 10 Desember 2023, lebih dari 300 pengungsi Rohingya, sebagian besar perempuan dan anak-anak, terdampar di pantai barat Indonesia. Sayangnya, pemerintah setempat belum memberikan kepastian mengenai tempat berlindung bagi mereka, meninggalkan mereka dalam ketidakpastian.
Perjuangan dan Kekerasan di Tempat Penampungan
Isolasi dan keputusasaan di Cox’s Bazar telah menyebabkan perselisihan sesama etnis Rohingya meningkat menjadi kebrutalan yang tidak terkendali. Penculikan, perampokan bersenjata, dan kelompok-kelompok radikal yang melakukan teror di malam hari semakin meresahkan. Tempat pengungsian yang seharusnya menjadi tempat perlindungan, malah menjadi arena perang di mana keluarga-keluarga berkumpul dalam kondisi yang sangat sulit.
Puncak kebrutalan adalah pembunuhan yang ditargetkan terhadap pemimpin masyarakat, seperti kasus tragis Mohammad Ismail, seorang informan pemerintah Bangladesh. Pada bulan September 2022, dia menjadi korban penculikan dan penyerangan yang mengakibatkan kehilangan lengan dan tungkai bawah. Pihak berwenang mencatat setidaknya 40 pengungsi Rohingya tewas pada tahun tersebut, meskipun banyak yang meyakini angka sebenarnya jauh lebih tinggi.
Tanggapan Internasional dan Kegagalan Perlindungan
Lembaga-lembaga internasional dan Bangladesh dianggap gagal dalam membendung kekerasan tersebut. Serangan yang diabaikan dan permohonan relokasi yang tidak pernah didengar menjadi indikator kegagalan perlindungan terhadap populasi Rohingya. Komisaris Tinggi PBB untuk Pengungsi (UNHCR) menegaskan bahwa keamanan pengungsi bukan merupakan mandat UNHCR, dan tanggung jawab utamanya ada pada pemerintah Bangladesh. Namun, kecemerlangan dalam menjaga keamanan kamp-kamp Rohingya tetap menjadi tugas yang kewalahan bagi pasukan keamanan Bangladesh.
Keadaan semakin memburuk dengan masuknya senjata dari Myanmar, memaksa sebagian warga Rohingya menuju radikalisasi sebagai reaksi terhadap ketidakpastian masa depan mereka.
Tantangan Masa Depan dan Panggilan untuk Tindakan
Situasi yang semakin memburuk memerlukan respons cepat dan efektif dari komunitas internasional. Pengungsi Rohingya membutuhkan perlindungan dan tempat berlindung yang aman. Keterlibatan lembaga-lembaga internasional, dukungan pemerintah Indonesia, dan perhatian global diperlukan untuk mencegah tragedi kemanusiaan yang lebih lanjut.
Mari bersatu untuk membantu pengungsi Rohingya. Dukung upaya bantuan kemanusiaan dan perluas kesadaran publik tentang krisis ini. Sumbangkan dan sampaikan suara Anda untuk memberikan perlindungan dan harapan bagi mereka yang sedang mengalami penderitaan. Setiap tindakan kecil Anda dapat membuat perbedaan besar dalam kehidupan mereka.