Perdagangan Karbon di Indonesia: Peluang dan Tantangan Bagi Perusahaan
Pada tanggal 26 September 2023, bursa karbon di Indonesia akan resmi diluncurkan, menurut Mahendra Siregar, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Perdagangan karbon, juga dikenal sebagai carbon trading, adalah kegiatan jual beli kredit karbon. Dalam sistem ini, perusahaan yang melebihi batas emisi karbon yang ditetapkan harus membeli kredit karbon dari perusahaan lain.
Di Indonesia, terdapat dua produk yang diperdagangkan dalam bursa karbon, yaitu Persetujuan Teknis Batas Atas Emisi Bagi Pelaku Usaha (PTBAE-PU) dan Sertifikat Pengurangan Emisi Gas Rumah Kaca (SPE-GRK). Kedua produk ini diperdagangkan dalam bentuk efek, seperti saham.
Baca juga :
Reuters melaporkan bahwa OJK belum mengumumkan siapa yang akan menjadi penyelenggara bursa karbon di Indonesia. Namun, Bursa Efek Indonesia (BEI) telah mendaftar sebagai operator bursa tersebut pada awal September 2023. Direktur Utama BEI, Iman Rachman, mengatakan bahwa mereka telah merancang empat ruang perdagangan di bursa karbon, yaitu pasar reguler, pasar negosiasi, pasar lelang, dan marketplace. Keempat pasar ini memiliki skema perdagangan yang berbeda.
Pasar Lelang
Pasar lelang digunakan untuk transaksi dengan harga unit karbon yang ditetapkan oleh regulator. Pembeli melakukan lelang untuk membeli kredit karbon.
Pasar Reguler
Pasar reguler digunakan untuk transaksi dengan harga awal efek yang ditetapkan sebesar 1 rupiah. Mekanisme perdagangan yang digunakan adalah continuous auction.
Pasar Negosiasi
Pasar negosiasi digunakan untuk transaksi di luar bursa, seperti transaksi bilateral antara perusahaan.
Marketplace
Marketplace digunakan untuk transaksi per proyek. Di pasar ini, perusahaan dapat membeli atau menjual kredit karbon berdasarkan proyek yang sedang mereka jalankan.
Pada fase awal, perdagangan karbon di Indonesia akan berfokus pada sektor Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batu bara. Perusahaan PLTU yang melebihi batas emisi karbon yang ditetapkan harus membeli PTBAE-PU dari perusahaan PLTU lain dan/atau membeli SPE-GRK.
Perdagangan karbon ini akan memiliki dampak positif bagi perusahaan yang memiliki emisi rendah, terutama perusahaan berbasis energi baru terbarukan (EBT) seperti PGEO, KEEN, ARKO, dan BREN. Perusahaan-perusahaan ini dapat menjual kredit karbon yang mereka miliki. Namun, sebelum perusahaan dapat memperdagangkan kredit karbonnya, mereka harus memverifikasi aset yang dimiliki untuk menentukan total nilai unit karbon yang dapat dijual.
Sebagai contoh, pada Senin (18/9), saham PGEO mengalami kenaikan harga sebesar 8,48%, saham KEEN naik 12,43%, dan saham ARKO mengalami kenaikan sebesar 6,25%. Hal ini menunjukkan bahwa pasar percaya bahwa perusahaan-perusahaan ini memiliki potensi untuk mendapatkan keuntungan dari perdagangan karbon di masa depan.
Di sisi lain, perusahaan yang mengoperasikan PLTU batu bara seperti PLN dapat mengalami imbas negatif karena mereka diwajibkan membeli kredit karbon. Namun, besaran kewajiban pembelian kredit karbon akan bergantung pada batas total emisi yang ditetapkan oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
Perdagangan karbon di Indonesia merupakan langkah signifikan dalam upaya mengurangi emisi gas rumah kaca. Dengan adanya bursa karbon, perusahaan di Indonesia akan diuntungkan jika mereka dapat mengurangi emisi karbon mereka. Selain itu, perdagangan karbon juga memberikan peluang baru bagi investor dan pelaku pasar untuk berpartisipasi dalam upaya perlindungan lingkungan.
Video Terkait :